Sabtu, 07 Februari 2015

KEBIJAKAN PELARANGAN TARIF PESAWAT MURAH



DPR memprotes kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang menaikkan tarif batas bawah tiket pesawat. Jika sebelumnya 30 persen, kini tarif batas bawah 40 persen dari tarif batas atas. Menurut anggota dewan, kebijakan itu terburu-buru dan tidak mempertimbangkan keinginan rakyat.
Hal tersebut disampaikan anggota komisi V Bahrum Daido saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kemenhub, Selasa (13/1). Menurut legislator dari Partai Demokrat itu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan tidak paham dengan kebijakan penerbangan di Indonesia. Sebab, sebelum menjabat Menhub, Jonan merupakan Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI). ”Sayangnya, orang di sekelilingnya pun tidak bisa memberikan masukan,” jelas Bahrum.
Dalam RDP kemarin, hampir seluruh ketua lembaga hadir. Antara lain, Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI F. Henry Bambang Soelistyo, Ketua KNKT Tatang Kurniadi, serta Presiden Direktur PT AirAsia Indonesia Sunu Widyatmoko. Sayangnya, Menhub Ignasius tidak datang lantaran masih berada di Pangkalan Bun untuk mengurus proses evakuasi pesawat AirAsia.
Kritik keras atas keputusan Menhub juga disampaikan Muhidin Mohamad Said. Wakil rakyat dari Partai Golkar tersebut mengatakan, pemerintah seharusnya melihat lebih jauh mengenai program low cost carrier (LCC). Sebab, penerbangan murah memberikan keuntungan yang luar biasa pada dunia pariwisata di Indonesia. Ketika masuk musim liburan, banyak yang memanfaatkan pesawat terbang untuk pergi ke Bali atau destinasi wisata lain. ”Kalau gini wisata Indonesia akan rugi. Orang Indonesia lebih memilih berlibur ke luar negeri daripada di dalam negeri,” paparnya.
Ketua Komisi V Ferry Djemi Francis menjelaskan, kebijakan kenaikan tarif batas bawah itu akan dievaluasi ulang. Alasannya, kebijakan yang dikeluarkan Menhub tersebut terbukti tidak berbasis analisis pada penumpang.
Djemi menyatakan, Menhub tidak perlu gegabah dalam menyikapi insiden jatuhnya AirAsia QZ8501. Menurut dia, seorang menteri seharusnya berpikir panjang. Jangan langsung menyalahkan bahwa insiden itu disebabkan safety pesawat LCC yang kurang. ”Bukan safety, seharusnya dia melakukan investigasi. Mungkin ATC-nya yang lemah,” paparnya.
Lebih lanjut, Djemi berjanji me-review ulang kenaikan tarif batas bawah. Dalam waktu dekat komisi V kembali memanggil Jonan untuk menghadiri rapat kerja. ”Akan kami mintai pertanggungjawaban, mengapa kok tarif batas bawah dinaikkan,” tuturnya. 
Sementara itu, pengamat hukum transportasi Utomo Karim menuturkan, secara hukum memang pihak yang memiliki andil paling besar dalam kecelakaan itu adalah manajemen AirAsia.”Namun, itu tidak berarti hanya AirAsia yang bertanggung jawab. Sebab, sebenarnya banyak pihak lain yang turut bertanggung jawab,” ujarnya.
Kemenhub, misalnya, merupakan pihak yang lalai dalam mengawasi AirAsia hingga menimbulkan kecelakaan. Buktinya, Menhub Jonan memberikan sanksi kepada sejumlah pejabat Kemenhub. ”Ini menguatkan bahwa kesalahan juga dilakukan Kementerian Perhubungan,” paparnya.
Selanjutnya, Perum AirNav sebagai perusahaan yang mengatur navigasi penerbangan juga harus bertanggung jawab. Pasalnya, arah perjalanan pesawat AirAsia juga diatur AirNas tersebut. ”Jadi, ini bisa dibilang sebagai kesalahan bersama,” jelasnya.
Semua lembaga tersebut sebenarnya bisa diancam dengan pidana. Hal itu sesuai dengan KUHAP pasal 359 yang menyebut barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mati diancam pidana penjara paling lama lima tahun. 

REFERENSI   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar