Selasa, 05 November 2013

Ekonomi Kerakyatan Ekonomi Rakyat Koperasi sebagai Soko Guru Perekonomian Nasional

Ekonomi Kerakyatan Ekonomi Rakyat Koperasi sebagai Soko Guru Perekonomian Nasional
                                           
                                       Oleh : Revrison Baswir, SE
 

Salah satu gagasan ekonomi yang dalam waktu belakangan ini cukup banyak mengundang perhatian adalah mengenai ekonomi kerakyatan. Di tengah-tengah  krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia, dan maraknya perbincangan mengenai globalisasi dan globalisme dalam pentas pemikiran ekonomi-politik dunia, kehadiran ekonomi kerakyatan memang terasa cukup menyegarkan. Akibatnya, ekonomi kerakyatan cenderung hadir seolah-olah sebagai sebuah gagasan baru dalam pentas pemikiran ekonomi-politik di Indonesia. Padahal, bila di telusuri ke belakang, akan segera diketahui bahwa perbincangan mengenai ekonomi kerakyatan sesungguhnya telah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pada mulanya adalah Bung Hatta, di tengah dampak buruk depresi ekonomi dunia yang sedang melanda Indonesia, ia menulis sebuah  artikel dengan judul ekonomi rakyat di harian Daulat Rakyat (Hatta, 1954). Dalam artikel yang di terbitkan tanggal 20 Nopember 1933 tersebut, Bung Hatta pada intinya mengungkapkan kegusarannya menyaksikan kemerosotan kondisi ekonomi rakyat Indonesia di bawah tindasan pemerintah Hindia Belanda. Yang dimaksud dengan ekonomi rakyat oleh Bung Hatta ketika itu adalah ekonomi kaum pribumi atau ekonomi penduduk asli Indonesia. Dibandingkan dengan ekonomi kaum penjajah yang berada di lapisan atas, dan ekonomi warga timur asing yang berada di lapisan tengah, ekonomi rakyat Indonesia ketika itu memang sangat jauh tertinggal. Sedemikian mendalamnya kegusaran Bung Hatta menyaksikan penderitaan rakyat pada masa itu, maka tahun 1934 beliau kembali menulis sebuah artikel dengan nada serupa. Judulnya kali ini adalah ekonomi rakyat dalam bahaya (Hatta, 1954). Dari judulnya, dengan mudah dapat diketahui betapa semakin mendalamnya kegusaran Bung Hatta menyaksikan kemerosotan ekonomi rakyat Indonesia di bawah tindasan pemerintah Hindia Belanda.
            Sebagaimana terbukti kemudian, kepedulian Bung Hatta terhadap koperasi itu berlanjut jauh setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Hal itu antara lain disebabkan oleh kesadaran Bung Hatta bahwa perbaikan kondisi ekonomi rakyat tidak mungkin hanya disandarkan pada proklamasi kemerdekaan. Perjuangan untuk memperbaiki kondisi ekonomi rakyat harus terus dilanjutkan dengan mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Sebagaimana dikemukakan oleh Bung Karno, yang dimaksud dengan struktur ekonomi nasional adalah sebuah struktur perekonomian yang ditandai oleh meningkatnya peran serta rakyat Indonesia dalam penguasaan modal atau faktor-faktor produksi di tanah air. Kesadaran seperti itulah yang menjadi titik tolak perumusan pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan pasal tersebut, “Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat”. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. ”Dalam kutipan penjelasan pasal 33 UUD 1945 tersebut, ungkapan ekonomi kerakyatan memang tidak ditemukan secara eksplisit. Tetapi mengacu pada definisi kata ‘kerakyatan’ sebagaimana dikemukakan oleh Bung Hatta, serta penggunaan ungkapan kerakyatan pada sila ke empat Pancasila, tidak terlalu sulit untuk disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi kerakyatan sesungguhnya tidak lain dari demokrasi ekonomi sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 itu. Artinya, ekonomi kerakyatan sesungguhnya hanyalah ungkapan lain dari demokrasi ekonomi.
Pertanyaan Bung Hatta tersebut ditanggapi oleh Tan Malaka dengan menjelaskan diktatur proletariat yang dikemukakan oleh Marx. Menurut Tan Malaka, diktatur ploretariat sebagaimana dikemukakan oleh teori Marx hanya berlangsung selama periode transisi, yaitu selama berlangsungnya pemindahan penguasaan alat-alat produksi dari tangan kaum kapitalis ke tangan rakyat banyak. Selanjutnya, kaum pekerja yang sebelumnya telah tercerahkan di bawah paduan perjuangan kelas, akan mengambil peran sebagai penunjuk jalan dalam membangun keadilan hal itu akan dicapai dengan cara menyelenggarakan produksi oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan berbagai institusi dalam masyarakat. Hal tersebut jelas sangat bertolak belakang dengan diktatur personal”.           
            Perkenalan pertama itu tampaknya sangat berkesan bagi Bung Hatta, sehingga mendorongnya untuk melakukan pengkajian secara mendalam. Selain membaca buku-buku sosialisme, Bung Hatta juga memperluas pergaulannya dengan kalangan Partai Buruh Sosial Demokrat (SDAP) di Belanda. Bahkan pada tahun 1925, sebagai aktivis Perhimpunan Indonesia, Bung Hatta sengaja memutuskan untuk melakukan kunjungan ke beberapa negara Skandinavia seperti Denmark, Swedia, dan Norwegia. Tujuannya adalah untuk mempelajari gerakan koperasi dari dekat.
Selepas menyelesaikan studinya di Belanda, komitmen Bung Hatta terhadap ekonomi kerakyatan terus berlanjut. Salah satu tulisan yang mengungkapkan konsistensi komitmen Bung Hatta terhadap ekonomi kerakyatan adalah pamphlet yang disusunnya untuk Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) pada tahun 1932. dalam pamphlet yang berjudul “Menuju Indonesia Merdeka” tersebut, Bung Hatta mengupas secara panjang lebar mengenai pengertian kerakyatan, demokrasi, dan arti penting demokrasi ekonomi sebagai salah satu pilar model demokrasi sosial yang cocok bagi Indonesia Merdeka. Sebagaimana ditulisnya; ”Di atas sendi yang ketiga (cita-cita tolong-menolong-pen.) dapat didirikan tonggak demokrasi ekonomi. Tidak lagi orang seorang atau satu golongan kecil yang mesti menguasai penghidupan orang banyak seperti sekarang, melainkan keperluan dan kemauan rakyat yang banyak harus menjadi pedoman perusahaan dan penghasilan. Sebab itu, segala tangkai penghasilan besar yang mengenai penghidupan rakyat harus berdasar pada milik bersama dan terletak di bawah penjagaan rakyat dengan perantaraan badan-badan perwakilannya”.
Dengan latar belakang seperti itu, mudah dimengerti bila dalam kedudukan sebagai penyusun UUD 1945, Bung Hatta berusaha sekuat tenaga untuk memasukkan ekonomi kerakyatan sebagai prinsip dasar penyelenggaraan perekonomian Indonesia. Hal itu pula, saya kira, yang menjelaskan mengapa setelah menjabat sebagai Wakil Presiden, Bung Hatta terus mendorong pengembangan koperasi di Indonesia. Berkat komitmen tersebut, sangat wajar bila tahun 1947, Bung Hatta secara resmi dikukuhkan oleh Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Konsistensi komitmen Bung Hatta terhadap ekonomi kerakyatan itu bahkan terus berlanjut setelah beliau melepaskan jabatannya sebagai wakil presiden. Sebagaimana terungkap dalam tulisannya yang berjudul Demokrasi Kita, yang diterbitkan empat tahun setelah beliau meletakkan jabatannya sebagai wakil presiden, Bung Hatta sekali lagi mempertegas pentingnya peranan ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi dalam mewujudkan keadilan sosial di Indonesia.
Sebagaimana ditulisnya, “Demokrasi politik saja tidak dapat melaksanakan persamaan dan persaudaraan. Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka, persamaan dan persaudaraan belum ada. Sebab itu cita-cita demokrasi Indonesia ialah demokrasi sosial, melingkupi seluruh lingkungan hidup yang menentukan nasib manusia”.
Yang perlu digaris bawahi adalah, dengan dinyatakannya ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, berarti Bung Hatta dan para penyusun UUD 1945 telah secara resmi menggeser perbincangan mengenai ekonomi rakyat menjadi ekonomi kerakyatan. Tujuan jangka pendek kebijakan itu adalah untuk menghapuskan penggolong-golongan status sosial-ekonomi masyarakat, baik berdasarkan ras maupun berdasarkan tingkat penguasaan faktor-faktor produksi. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mengubah struktur ekonomi kolonial serta untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian.
            Secara politik, penjajahan harus segera dihapuskan dari muka bumi. Namun secara  ekonomi, transformasi ekonomi harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan perangkat hukum yang tersedia. Adalah tugas pemerintah Indonesia untuk secara berangsur-angsur memperbaharui perangkat hukum yang mendasari penyelenggaraan sistem perekonomian nasional, yaitu untuk mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan.
            Bahkan, di penghujung 1980-an, keberhasilan Indonesia dalam menanggulangi kemiskinan sempat dipuji oleh Bank Dunia. Menurut Bank Dunia, keberhasilan Indonesia dalam menanggulangi kemiskinan patut menjadi contoh bagi negara-negara yang sedang berkembang lainnya. Tahun 1997, sebelum perekonomian Indonesia ambruk dilanda oleh krisis moneter, pendapatan perkapita penduduk Indonesia sudah berhasil ditingkatkan menjadi USD $1020.
            Salah seorang pengritik kebijakan ekonomi neoliberal yang cukup terkemuka sepanjang tahun delapan puluhan adalah Prof. Dr. Mubyarto. Dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar ekonomi di Universtas Gadjah Mada pada tahun 1979, Mubyarto dengan tajam mengkritik kebijakan ekonomi Orde Baru yang dipandangnya sudah sangat jauh melenceng dari amanat konstitusi. Sembari menggaris bawahi pentingnya pendekatan trans disipliner dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, Mubyarto kembali memunculkan semangat ekonomi kerakyatan dengan label Ekonomi Pancasila. Namun demikian, sebagaimana Sarbini, kritik tajam Mubyarto hilang begitu saja seperti ditelan ombak. Bahkan, Mubyarto sendiri turut ditelan “ombak” Kabinet Pembangunan VI.
            Konsekuensinya, perkoncoan para penguasan-penguasan dalam pentas ekonomi Orde Baru cenderung tampak semakin kasat mata. Bahkan, terhitung sejak pertengahan 1980-an, keterlibatan kerabat Cendana dalam memperebutkan kue bisnis di Indonesia mulai mencuat ke permukaan menjadi bahan perbincangan umum. Separuh terakhir era ekonomi Orde Baru memang ditandai oleh maraknya perbincangan perkembangan kapitalisme perkoncoan (crony capitalisme) di Indonesia.           
            Pertama, partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Hal itu tidak hanya penting untuk menjamin pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya nasional, tetapi juga penting sebagai dasar untuk memastikan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional tersebut. Hal ini sejalan dengan bunyi pasal 27 Undang - Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
            Kedua, partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi nasional. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan, harus ada jaminan bahwa setiap anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional, termasuk para fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hal ini antara lain dipertegas oleh pasal 34 undang-undang dasar 1945 yang menyatakan, “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.” Dengan kata lain, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, negara wajib menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar di Indonesia.
            Ketiga, kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional itu harus berlangsung di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, anggota masyarakat tidak boleh hanya menjadi objek kegiatan ekonomi. Setiap anggota masyarakat harus di upayakan agar menjadi subjek kegiatan ekonomi. Denga demkian, walaupun kegiatan pembentukan produksi nasional dapat di lakukan para pemodal asing, tapi penyelenggaraan kegiatan-kegiatan itu harus tetap berada di bawah pimpinan dan pengawasan anggota-anggota masyarakat.
            Unsur ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi yang ketiga tersebut saya kira perlu digaris bawahi. Sebab unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga itulah yang mendasari perlunya partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut memiliki modal atau faktor-faktor produksi nasional. Perlu diketahui, yang dimaksud dengan modal dalam hal ini tidak hanya terbatas dalam bentuk modal material (material capital), tetapi mencakup pula modal intelektual (intelektual capital) dan modal institusional (institutional capital). Sebagai konsekuensi logis dari unsur-unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga itu, negara wajib untuk secara terus menerus mengupayakan terjadinya peningkatan kepemilikan ketiga jenis modal tersebut secara relatif merata di tengah-tengah masyarakat. Sehubungan dengan modal material, misalnya, negara tidak hanya wajib mengaku dan melindungi hak kepemilikan setiap anggota masyarakat. Negara juga wajib memastikan bahwa semua anggota masyarakat turut memiliki modal material. Jika ada antara anggota masyarakat yang sama sekali tidak memliki modal material, dalam arti terlanjur terperosok menjadi fakir miskin atau anak-anak terlantar, maka negara wajib memelihara mereka.
            Sehubungan dengan modal intelektual, negara wajib menyelenggarakan pendidikan nasional secara cuma-cuma. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, penyelenggaraan pendidikan berkaitan secara langsung dengan tujuan pendirian negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tidak boleh dikomersilkan. Negara memang tidak perlu melarang jika ada pihak swasta yang menyelenggarakan pendidikan, tetapi hal itu sama sekali tidak menghilangkan kewajiban negara untuk menanggung biaya pokok penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh anggota masyarakat yang membutuhkannya.
            Sementara itu, sehubungan dengan modal institusional, saya kira tidak ada keraguan sedikitpun bahwa negara memang wajib melindungi kemerdekan setiap anggota masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. Secara khusus hal itu diatur dalam pasal 28 UUD 1945, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan undang-undang”.
            Sejalan dengan  itu, sebagaimana ditegaskan oleh pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peran yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peran negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda prekonomian. Melalui pendirian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tdak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
            Mekanisme dalam alokasi sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap didasarkan atas mekaniame pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggarakan melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat di ibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.
            Dalam rangka itu, sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepeda segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokrasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonom rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.        
            Sehubungan dengan itu, bapak koperasi Indonesia Bung Hatta, berulang kali menegaskan bahwa pada koperasi memang terdapat perbedaan medasar yang membedakannya secara diametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Diantaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikut sertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagamana ditegaskan oleh Bung Hatta, “pada koperasi tidak ada majikan dan tidak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerja sama untuk menyelenggarakan keperluan bersama”.
            Penegasan seperti itu diuraikan lebih lanjut oleh Bung Hatta dengan mengemukakan beberapa contoh, “misalnya koperasi menggaji buruh untuk menyapu ruangan bekerja, supaya anggota-anggota yang bekerja jangan terganggu kesehatannya oleh debu. Umpamanya pula koperasi menggaji instruktur untuk mengajar dan memberi petunjuk tentang cara mengerjakan administrasi dan pembukuan kepada anggota yang diserahi dengan pekerjaan itu. Sungguh pun demkian, juga terhadapmereka yang memburuh itu, yang mengerjakan pekerjaan kecil-kecil, koperasi harus membuka kesempatan untuk menjadi anggota. Bukan corak pekerjaan yang dikerjakan yang menjadi ukuran untuk menjadi anggota, melainkan kemauan dan rasa bersekutu dan cita-cita koperasi yang dikandung dalam dada dan kepala masing-masng” (Ibid., hal. 215).
Berdasarkan ilustrasi Bung Hatta itu, kiranya jelas, karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat diatas kemakmuran orang seorang.
            Pendek kata, dengan diangkatnya kerakyatan atau demokrasi sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada tingkat makro. Ia juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang harus dikembangkan pada tingkat mikro. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat diatas kemakmuran orang seorang hanya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip tersebut.
Dalam pandangan ekonomi kerakyatan, demokrasi politik saja tidak mencukupi bagi rakyat banyak untuk mengendalikan jalannya roda perekonomian. Sebab, sebagaimana berbagai bidang kehidupan lainnya, persaingan politk sangat tergantung pada modal. Dengan demikian, walaupun suatu masyarakat telah memiliki kelembagaan politik yang secara prosedural tergolong demokratis, tetapi faktor modal akan tetap memainkan peranan sangat penting dalam mempengaruhi plihan-pilihan politik masyarakat.
Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Gramsci, sesungguhnya para pemodal besar tidak hanya cenderung memanfaatkan negara sebagai sarana untuk membela kepentingan kelas mereka. Melalui kekuatan modal yang mereka miliki, demokrasi pun cenderung mereka pakai sekedar sebagai sarana untuk melestarikan posisi dominan mereka ditengah-tengah masyarakat.
Hal itu mereka lakukan baik dengan memberi dukungan modal material terhadap kandidat atau partai politik yang memperjuangkan kepentingan kelas mereka, menghambat proses penguatan modal institusional pada kelompok masyarakat yang mereka eksploitasi, maupun dengan cara menguasai dan memanipulasi informasi serta dengan cara mengkomersilkan penyelenggaraan pendidikan.
Dengan latar belakang seperti itu, sebagaimana halnya sistem ekonomi kapitalis neoliberal, ekonomi kerakyatan bukanlah sebuah paham dan sistem ekonomi an sich. Selain merupakan sebuah paham dan sistem ekonomi, ekonomi kerakyatan adalah gerakan politik yang secara tegas memihak pada pemberdayaan kelompok masyarakat yang terpinggirkan dalam sistem ekonomi kapitalis neoliberal, khususnya dari dominasi para pemodal besar yang memang memiliki watak untuk secara terus meminggirkan mereka.
Tujuan utama dari paham ekonomi kerakyatan, berbeda dengan sistem ekonomi sosialis otoriter yang pernah dijalankan di Uni Soviet, bukanlah untuk membasmi para pemodal besar. Tujuan utama ekonomi kerakyatan adalah untuk menciptakan kondisi ekonomi dan politik yang demokratis dan berkeadilan dalam arti yang sebenar-benarnya. Dengan meningkatnya penguasaan modal tau faktor-faktor produksi oleh segenap lapisan anggota masyarakat, dan dengan meningkatnya kemampuan mereka dalam mengendalikan jalanya roda perekonomian, maka penyalahgunaan demokrasi sebagai sarana untuk memperoleh legitimasi oleh para pemodal besar diharapkan akan dapat dihindari.


KESIMPULAN
Dari uraian di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam koperasi, harus ada suatu keterkaitan terpadu antara kegiatan usaha anggota dan kegiatan usaha manajemen dan keterkaitan kegiatan usaha tersebut muncul sebagai sebuah “etentitas ekonomi besar”.
Sumber : http://splashurl.com/n5zxm7p



Daftar Pustaka
Bonin,John P,Derek C. Jones dan Louis Putterman (1993), Theorical adn Empirical Studies of Producer Cooperative:Will Ever the Twain Meet?”,Journal of Economic Literature,31:1290-1320
Braverman,Avishay,J.Luis Guasch,Monika Huppi,dan Lorenz Pohlmeier (1991),”promoting Rural Cooperative in Developing Papers,No. 121,April,Washington,DC:The World bank.
Handoyo (2004),”Revitalisasi Ekonomi Kerakyatan Melalui Pemberdayaaan Gerakan Koperasi”, INOVASI,2(XVI),November.
Mubyarto (2000),Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta : BPFE. Mulyo,jangkung
Soetrisno,Noer (2001),”Rekonstruksi Pemahaman Koperasi, Merajut kekuatan Ekonomi rakyat”,,Instrans, jakarta Stiglitz,Joseph (2006), Making Globalization Work,New York:W.W. Norton & company



Senin, 07 Oktober 2013

Tugas 1 MSDM



PT.RJW yang terbentuk dari gabungan siaran televisi swasta

Saat ini sedang membuka kesempatan kerja untuk posisi Maintenance

Syarat:

1. Laki-laki
2. Usia Maks 26 Tahun
3. Pendidikan minimal S1 Teknik Elektro/Teknik Telekomunikasi
4. Mengenal alat ukur & troubleshooting
5. Siap bekerja shift
6. Diutamakan berdomisili di Jakarta

Jika memenuhi kriteria diatas bisa kirim cv ke alamat email:
maryam@rjw.com

Lokasi kami :
Jl. Sudirman No. 5 Senayan
Jakarta Barat *****
021-*********

Lamaran di tutup tanggal: 04 Oktober 2013

Job Description :
- PT. RJW membutuhkan pegawai yang ahli dibidang Maintenance

Job Spesification :
- IPK min. 3.0, karena kami membutuhkan orang - orang yang berkompeten
- Status belum menikah, agar tidak mengganggu efisiensi dalam bekerja
- Dapat bekerja dibawah tekanan, karena kami membutuhkan orang - orang yang cakap dalam bekerja

Softskill :
- Sopan, karena kami membutuhkan orang - orang yang berpenampilan sopan dan bercakap secara sopan
- Sabar, karena dalam melayani customer harus memiliki kesabaran yang tinggi
- Ramah, karena customer akan merasa nyaman dalam menerima pelayanan yang telah diberikan

Sumber : http://www.berniaga.com/Staff%20Maintenance-14928203.htm

Jumat, 28 Juni 2013

Analisis Pengaruh Utang Luar Negri Dan Penanaman Modal Asing Di Indonesia



      1.      Pendahuluan
Arus masuk modal asing (capital inflows) berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Selain itu, masuknya modal asing juga mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang lesu akibat kurangnya modal (saving investment gap) bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi. Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tetapi dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri pemerintah tersebut dapat menimbulkan berbagai persoalan ekonomi di Indonesia. Beberapa negara bahkan tercatat “aktif” dalam hal memberikan bantuan berupa pinjaman kepada Indonesia, baik di Asia, Eropa bahkan Amerika Serikat serta beberapa lembaga keuangan internasional lainnya. Indonesia merupakan negara “favorit” bagi para kreditor karena dibalik pinjaman luar negeri juga tersebut, tersirat kepentingan-kepentingan politik yang akhirnya mempengaruhi arah kebijakan moneter dan fiscal Indonesia.
Manfaat yang bisa diambil dari artikel ini adalah kita dapat lebih mengenali kemampuan dan potensi diri kita dalam menyikapi suatu keadaan. Kita juga mengetahui sampai dimana pengetahuan kita tentang modal asing yang ada di Negara kita. Untuk mengembangkan topik tersebut, kita terpaksa berpikir, menggali pengetahuan dan belajar dari pengelaman yang selama ini tersimpan di alam bawah sadar, serta bisa menyikapi dengan bijak dan ketat dalam mengawasinya.
Tujuan dibuatnya artikel ini adalah untuk memberikan informasi mengenai penanaman modal oleh pihak swasta, dalam hal ini merupakan perusahaan luar negeri dalam menanamkan modalnya ke (perusahaan) dalam negeri. Dan kita mampu memahami prosedur dalam penanaman modal ke perusahaan lain, serta bagaimana prospek investasi ini kedepannya.
  
 2.      Konsep, Landasan Teori, dan Tinjauan Pustaka
2.1  Konsep
Dalam menganalisis masalah Penanaman modal asing ini, perlu kita ketahui pengertian-pengertian yang ada di dalamnya. “Modal” didefinisikan sebagai uang pokok, atau uang yang dipakai sebagai induk untuk berniaga. Definisi itu pun memperkuat teori lama ekonomi mikro, dimana modal yang berbentuk uang (money) adalah salah satu dari faktor produksi yang paling erat kaitannya dengan dunia bisnis.
            Modal asing pengertiannya dalam Undang-undang tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia. Jadi Penanaman modal Asing merupakan segala kegiatan menanamkan modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
  
2.2  Landasan Teori
Dalam penanaman modal ini sangat erat pengertiannya dengan teori lama ekonomi mikro, dimana modal yang berbentuk uang (money) adalah salah satu dari faktor produksi, selain manusia, bahan baku, dll. Dan modal merupakan suatu elemen yang sangat penting dalam suatu bisnis.
Menurut teori Harrod-Domar, pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dicapai dengan adanya keseimbangan antara dana pembangunan yang tersedia, termasuk modal yang masuk dari luar negeri dalam memajukan pembangunan Negara termasuk sarana dan prasarananya.

2.3  Tinjauan Pustaka
Menurut M. Khairin Majid (2013) dalam jurnalnya mengatakan untuk kembali menstabilkan kondisi perekonomian Indonesia maka pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan mengambil kebijakan ekonomi dengan melakukan pinjaman terhadap negara atau lembaga-lembaga keuangan internasional.
Arus masuk modal asing (capital inflows) juga berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi.
Menurut Muhammad Aulia Zul Thirafi (2012) dalam jurnalnya, penanaman modal asing atau investasi asing dianggap lebih menguntungkan karena tidak me­merlukan kewajiban pengembalian kepada pihak asing seperti halnya hutang luar negeri.
Menurut Zaenuddin (2009) dalam jurnalnya mengungkapkan bahwa beberapa studi menemukan beberapa hal yang menjadi permasalahan investasi. Laporan Bank Dunia mengenai iklim investasi (World Bank, 2005) mengatakan terdapat empat faktor terpenting dalam menarik investasi, antara lain stabilitas ekonomi makro, tingkat korupsi, birokrasi, dan kepastian kebijakan ekonomi.
Menurut Eno Setyowati, dkk (2008) dalam jurnalnya pada masa Orde Baru, modal asing, khususnya utang luar negeri, secara faktual ditempatkan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan, meskipun secara normatif harus ditempatkan sebagai sumber tambahan. Kenyataan inilah yang menyebabkan bahaya tersembunyi, yang secara inheren melekat pada pola pembangunan yang didorong modal asing. Apabila posisi ketergantungan semakin besar, semakin besar pula resiko terkait yang harus dihadapi oleh sistem ekonomi global dalam bentuk ketergantungan terhadap modal asing, khususnya utang luar negeri (Rachbini, 1995).
Menurut Agung Nusantara, dkk (2001) dalam jurnalnya, kebijakan untuk meningkatkan kontribusi utang luar negeri, tabungan domestik serta investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebagai berikut :
§  Upaya penarikan investasi asing ke Indonesia perlu ditingkatkan.
§  Perlu diupayakan mobilisasi dana dari dalam negeri.


      3.      Pembahasan
Istilah penanaman modal sebenarnya adalah terjemahan dari bahasa inggris yaitu investment. Penanaman modal asing atau investasi sering di gunakan dalam artian yang berbeda-beda. Perbedaan penggunaan istilah investasi terletak pada cakupan dari makna yang dimaksudkan. Komaruddin (1983) memberikan pengertian investasi dalam tiga arti,yaitu :
                  1.      Suatu tindakan untuk membeli saham,obligasi,atau surat pe-nyertaan lainnya;
                  2.      Suatu tindakan membeli barang-barang modal;
                  3.      Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan di masa yang akan datang.
Menurut undang-undang nomor 1 tahun 1976 tentang penanaman modal asing, menyebutkan bahwa : “ pengertian penanaman modal asing dalam undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan yang di gunakan untuk menjalankan perusahaan di indonesia dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut .”
Dari pengertian di atas Ismail Sunny dan Rudiono Rochmat (1968) berpendapat bahwa perumusan pasal 1 itu mengandung 3 unsur pokok yaitu :
                  a.       Penanaman secara langsung
                  b.      Penggunaan modal untuk menjalankan perusahaan
                  c.       Resiko yang di tanggung oleh pemilik modal.

Menurut M. Khairin Majid (2013) dalam jurnalnya mengatakan untuk kembali menstabilkan kondisi perekonomian Indonesia maka pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan mengambil kebijakan ekonomi dengan melakukan pinjaman terhadap negara atau lembaga-lembaga keuangan internasional.
            Arus masuk modal asing (capital inflows) juga berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi.
Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur didalam Undang-undang No. 25 Tahun 2005 tentang Penanaman Modal.
            Penanam Modal Asing dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal asing atas bidang usaha perusahaan diatur didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Perusahaan Penanaman Modal Asing mendapatkan fasilitas dalam bentuk :
  • pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
  • pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
  • pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
  • pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
  • penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
  • keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu. 
  Sedangkan, kriteria Perusahaan Penanaman Modal Asing yang mendapatkan fasilitas antara lain :
  • Menyerap banyak tenaga kerja
  • Termasuk skala prioritas tinggi
  • Termasuk pembangunan infrastruktur
  • Melakukan alih teknologi
  • Melakukan industri pionir
  • Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu
  • Menjaga kelestarian lingkungan hidup
  • Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi
  • Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi
  • Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi didalam negeri.
            Banyak faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, antara lain :
      a)      Faktor Sumber Daya Alam, seperti tersedianya hasil hutan, bahan tambang, gas dan minyak bumi maupun iklim dan letak geografis serta kebudayaan.
      b)      Faktor Sumber Daya Manusia, dalam hal ini berkaitan dengan tenaga kerja siap pakai.
      c)      Faktor stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha.
     d)     Faktor kebijakan pemerintah, kebijakan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang diambil oleh Pemerintah dalam rangka menggairahkan iklim investasi. 
     e)      Faktor kemudahan dalam peizinan, dalam rangka meningkatkan investasi di daerah, maka faktor perizinan perlu diperhatikan.

            Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut di atas, menjadi penyebab sebagian besar investor asing enggan masuk ke Indonesia atau enggan merealisasikan rencana investasi mereka yang telah disetujui oleh pemerintah serta terjadinya relokasi industri ke negara lain yang berakibat adanya capital flight yang besar. 
           Sebagai contoh, Kabupaten Kendal termasuk kelompok yang realisasi nilai investasi asingnya rendah. Rendahnya investasi asing di Kabupaten Kendal tersebut menarik untuk diteliti lebih lanjut, Kabu­paten Kendal merupakan salah satu daerah yang ditunjuk oleh pemerintah pusat untuk menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), untuk men­dukung program pemerintah tentang Kawasan Ekonomi Khusus tersebut dibutuhkan investasi yang sangat besar dan disinilah peran dari investa­si asing dibutuhkan. Kabupaten Kendal memiliki berbagai macam keunggulan untuk dapat mendo­rong peningkatan penanaman modal asing. Jika diperhatikan, wilayah Kabupaten Kendal terle­tak pada posisi yang strategis dengan berbatasan langsung dengan Ibukota Provinsi Jawa Tengah. Selain letak yang strategis dan tidak terlalu jauh jaraknya dengan ibukota provinsi, diharapkan Kabupaten Kendal mampu menarik investor. Namun, pada kenyataannya hal ini masih belum mampu dilakukan oleh Kabupaten Kendal. Hal tersebut mengacu pada konsep trickle down effect yaitu teori yang menyatakan bahwa kemakmuran akan dapat tercapai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tanpa perlu memperhitungkan pemerataan ekonomi.
            Untuk daerah lain seperti Batam, ditetapkannya Batam sebagai daerah FTZ karena tidak terlepas dari keunggulan yang dimiliki oleh Batam selama ini. Di samping memiliki keunggulan geografis yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia, Batam dianggap memiliki keunggulan secara ekonomi, antara lain sebagai salah satu daerah di Indonesia yang tidak pernah mengalami krisis ekonomi, dikenal sebagai sentra industri elektronika terkemuka di Indonesia, serta merupakan penyumbang ekspor nonmigas kedua terbesar setelah Bali (Kuncoro,2005). Daya tarik Batam sebagai sentra industri di Propinsi Kepulauan Riau (Kepri) serta pusat masuknya PMA ke Indonesia terbukti dari data BKPM (2008) dimana selama tahun 2007 Propinsi Kepri menduduki peringkat pertama dalam persetujuan rencana investasi menurut lokasi di Indonesia. Dari total persetujuan rencana investasi, tercatat sekitar 25% terserap di Propinsi Kepri (BKPM,2008).
Pesatnya perkembangan industri dan investasi di Batam diiringi dengan bertambahnya kawasan industri baru yang menjadi sentra-sentra pertumbuhan industri di Batam. Sampai akhir tahun 2006, terdapat 25 kawasan industri yang tersebar di beberapa lokasi di Batam. Untuk peningkatan daya tarik investasi, pengelola kawasan industri melengkapi berbagai fasilitas di dalam kawasan industri antara lain ketersediaan dormitori bagi karyawan, sarana publik, ketersediaan utilitas, jasa maintenance serta kemudahan dalam akses transportasi ke pelabuhan dan bandara (Otorita Batam, 2006).

         Batam dikenal sebagai sentra industri elektronika terkemuka di Indonesia. Ketika arus PMA yang masuk ke Indonesia menurun sejak krisis, Batam tetap merupakan daerah tujuan investasi yang menarik dibanding daerah manapun di Indonesia. Total PMA yang masuk ke Batam sampai dengan Oktober 2006 mencapai 875 PMA dengan nilai investasi sebesar US$ 4,346,609,943 dari total investasi sebesar US$ 5,470,110,526.32 (Otorita Batam, 2006). Negara asal PMA terbanyak adalah Singapura dan Jepang, kemudian Malaysia, Korea Selatan, China, Taiwan, USA, Australia, Inggris, Jerman, dan sebagainya.
Peranan penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang dapat diperinci menjadi lima, yaitu :
-          Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. 
-          Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan.  
-          Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural.
-          Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif.
-          Bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya.

            Menurut Tambunan (2006) terdapat sejumlah faktor yang sangat berpengaruh pada baik-tidaknya iklim berinvestasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut tidak hanya menyangkut stabilitas politik dan sosial, tetapi juga stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan), berfungsinya sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk isu-isu perburuhan), regulasi dan perpajakan, birokrasi (dalam waktu dan
biaya yang diciptakan), masalah good governance termasuk korupsi, konsistensi serta adanya kepastian dari kebijakan pemerintah.
            Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara ber­kembang, permasalahan yang selalu dihadapi adalah permasalahan pertumbuhan ekonomi. Pembiayaan yang sangat besar diperlukan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan ekonomi yang telah dilakukan negara-negara maju. Pena­naman modal dapat dijadikan sebagai sumber pembiayaan untuk menutup keterbatasan pem­biayaan dalam pembangunan ekonomi Indone­sia. Menurut Agung Nusantara, dkk (2001) dalam jurnalnya, kebijakan untuk meningkatkan kontribusi utang luar negeri, tabungan domestik serta investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebagai berikut :
§  Upaya penarikan investasi asing ke Indonesia perlu ditingkatkan.
§  Perlu diupayakan mobilisasi dana dari dalam negeri.

Ada beberapa teori yang di kemukakan oleh beberapa ahli untuk menganalisis factor faktor yang mempengaruhi penanaman modal asing, yaitu seperti :
     a.      Alan M. Rugman (1981)
Menyatakan bahwa penanaman modal asing dipengaruhi oleh variable lingkungan dan variable internalisasi. Variable lingkungan sering kali disebut keunggulan spesifik negara atau faktor spesifik. Sedangkan variable internalisasi atau keunggulan spesifik perusahaan merupakan keunggulan internal yang dimiliki perusahaan multinasional.
     b.      Vernon (1966)
Menjelaskan penanaman modal asing dengan model yang disebut model siklus produk.dalam model ini introduksi dan pengembangan produk baru di pasar melalui tiga tahap :
-          Dalam tahap satu, pada waktu produk pertama kali di kembangkan dan di pasarkan,di perlukan suatu hubungan yang erat antara kelompok desain, produksi dan pemasaran dari perusahaan dan pasar yang akan di layani oleh produk itu.
-          Dalam tahap dua, pada waktu pasar di negara lain mengembangkan karakteristik serupa dengan yang di pasar dalam negeri, produk tersebut akan di ekspor ke luar negeri.
-          Dalam tahap tiga, produk telah terbuat lebih baik dengan desain yang di standardisasi.

     c.       John Dunning (1977)
Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal asing melalui teori ancangan eklektis. Teori ekletis menetapkan suatu set yang terdiri dari tiga persyaratan yang di butuhkan bila sebuah perusahaan aakan berkecimpung dalam penanaman modal asing yaitu, keunggulan spesifik perusahaan, keunggulan internalisasi, dan keunggulan spesifik negara.
     d.      Robbock & Simmonds (1989)
Menjelaskan penanaman modal asing melalui pendekatan global, pendekatan pasar yang tidak sempurna, pendekatan internalisasi, model siklus produk, produksi internasional, dan model imperalisasi marxis.
Pada pertengahan dekade 1980-an, modal asing yang masuk ke Indonesia masih didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman luar negeri (terutama pinjaman pemerintah). Penanaman modal asing meningkat pada tahun 1995 pemerintah menyetujui 799 proyek dengan total nilai US$39.9 miliar sedangkan pada tahun 1996 jumlah proyek meningkat menjadi 959 proyek tetapi nilai investasi nya merosot menjadi US$29.9 miliar . Nilai investasi ini anjlok karena pada 1996 penanaman modal asing berskala besar atau mega proyek yang di setujui tidak sebanyak tahun 1995. Secara kumulatif sejak 1967 hingga 1996 pemerintah telah menyetujui 4.843 proyek penanaman modal asing dengan investasi sebesar US$173,6 miliar.
Bank dunia menetapkan Indonesia di urutan ketiga sebagai tujuan negara investasi paling popular setelah cina dan meksiko dengan menyerap US$17.9 miliar dari total US$243.6 miliar dana investasi global yang mengalir ke negara berkembang selama 1990-1995. Indonesia berhasil menggeser posisi Brazil dan Malaysia, yang sebelumnya berada di atasnya.
            Menurut ahli ekonomi senior bank dunia, Joseph Stigilitz, investasi swasta ke negara berkembang meningkat 33% dari tahun 1996. Ini merupakan peningkatan ke enam setiap tahun secara berturut-turut dengan angka yang melonjak dari US$60 miliar menjadi US$244 miliar.
Pada awal tahun 1990-an, antara bekasi dan kerawang yang tahun-tahun sebelumnya merupakan area pertanian, khususnya daerah lumbung padi di jawa barat, berubah menjadi kawasan perindustrian dan perumahan. Harga tanah yang tadinya sangat murah mulai dari Rp.50,- melejit drastis hingga mencapai Rp.300.ribu per meter persegi. Beberapa kawasan industri yang bisa disebut, antara lain Cikarang Industral Estate, Jababeka Industrial Estate, Jakarta East Industrial Park.setiap industrial estate dapat menampung hingga 1000 pabrik dan setiap areal industri di perkirakan mencapa 2.500 hektar.
Salah satu dampak positif dari kehadiran PMA di Indonesia selama era Orde Baru adalah pertumbuhan PDB yang pesat, yakni rata-rata per tahun antara 7% hingga 8% yang membuat Indonesia termasuk negara di ASEAN dengan pertumbuhan yang tinggi. Tidak bisa dipungkiri bahwa pertumbuhan investasi dan PMA pada khususnya di Indonesia, didorong oleh stabilitas politik dan sosial, kepastian hukum, dan kebijakan ekonomi yang kondusif terhadap kegiatan bisnis di dalam negeri, yang semua ini sejak krisis ekonomi 1997 hingga saat ini sulit sekali tercapai sepenuhnya.
Menurut Muhammad Aulia Zul Thirafi (2012) dalam jurnalnya, penanaman modal asing atau investasi asing dianggap lebih menguntungkan karena tidak me­merlukan kewajiban pengembalian kepada pihak asing seperti halnya hutang luar negeri.
Berbagai industri manufaktur di wilayah jawa barat ternyata mampu menyerap tenaga kerja. Jutaan orang memperoleh pekerjaan sebagai karyawan di bagian penjahitan, desain, produksi , mekanik , manajemen, hingga pemasaran. Karyawan - karyawan baru ini memperoleh pelatihan dan tanpa disadari telah terjadi alih teknologi secara sederhana, yakni dari tenaga ahli asing ke tenaga kerja lokal. Karyawan lokal yang memiliki kemampuan baik memperoleh kesempatan menduduki posisi-posisi penting seperti supervisor, asisten manajer, bahkan manajer. Hal lain yang menggembirakan adalah jutaan pekerja ini memperoleh gaji setiap bulan yang bisa dipakai untuk keperluan sehari-hari dan sisanya di pakai untuk ditabung maupun sebagai keperluan bersenang-senang, misalnya berbelanja di tempat - tempat perbelanjaan, rekreasi dan restoran. Semua ini semakin membuktikan dinamika pertumbuhan indonesia.
Analisis time series di beberapa negara seperti; Pakistan, Cina, Korea menunjukkan bahwa utang luar negeri memiliki kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi baik di negara miskin maupun kaya. Disamping itu, Papanek dan Dowling (1983) mendukung hipotesis bahwa utang luar negeri berkontribusi cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi seperti tabungan domestik dan aliran modal masuk swasta, khususnya di beberapa negara Asia.
            Hasil studi ini sesuai dengan penelitian Rana-Dowling (1988) untuk negara berkembang selama 1965 – 1982 dengan menggunakan persamaan simultan. Mereka menyimpulkan bahwa arus modal asing memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, investasi langsung asing memberi kontribusi terhadap pertumbuhan baik melalui pembentukan kapital maupun peningkatan efisiensi investasi, dan utang luar negeri memberi kontribusi lebih besar daripada arus modal asing (Rana-Dowling 1988; Iwasaki, 1986).
Dalam garis besarnya, terdapat tiga sumber utama modal asing dalam suatu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, yaitu pinjaman luar negeri (debt), Penanaman Modal Asing langsung (Foreign Direct Investment=FDI) dan investasi portofolio (Pangestu, 1995). Pinjaman luar negeri dilakukan oleh pemerintah secara bilateral maupun multilateral, FDI merupakan investasi yang dilakukan swasta asing ke suatu negara. Bentuknya dapat berupa cabang perusahaan multinasional, anak perusahaan multinasional, lisensi, Joint Ventura, sedangkan investasi portofolio merupakan investasi yang dilakukan melalui pasar modal.
Manfaat yang dapat diharapkan dari suatu paket modal asing (FDI) berupa penyerapan tenaga kerja; alih teknologi; pelatihan manajerial dan akses ke pasar Internasional melalui eksport.
Menurut Salomon Brothers, walaupun pinjaman luar negerinya di anggap relatif tinggi, Indonesia dapat mengelolanya dengan baik, hampir semua pinjaman pemerintah berjangka menengah dan panjang dan hampir separuhnya merupakan pinjaman lunak dengan syarat-syarat konsensional. Walaupun penurunan rasio cukup lamban, kecendurungannya cukup baik terutama rasio antara pinjaman dan EGS & I (export of goods and service). Menurut salomon brothers, hal yang sangat penting dilakukan dan merupakan pilihan yang klasik adalah program pinjaman absolut melalui peningkatan export dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif, baik untuk investor dalam negri maupun asing.
Menurut Michael F. Todaro (1994) terdapat dua kelompok pandangan mengenai modal asing. Pertama, kelompok yang mendukung modal asing, mereka memandang modal asing sebagai pengisi kesenjangan antara persediaan tabungan, devisa, penerimaan pemerintah, ketrampilan manajerial, serta untuk mencapai tingkat pertumbuhan. Kedua, kelompok yang menentang modal asing dengan perusahaan multi nasionalnya, berpendapat bahwa modal asing cenderung menurunkan tingkat tabungan dan investasi domestik.

4.      Kesimpulan
Peranan penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang dapat diperinci menjadi lima, yaitu : Pertama, sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan. Ketiga, modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural. Keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif. Kelima, bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya. Peranan PMA di Indonesia cukup mendukung juga perkembangan kehidupan ekonomi sesuai dengan konsep hukum dalam kegiatan ekonomi dan cita-cita hukum ekonomi Indonesia.
Investasi modal asing di dalam negeri ini juga diikuti dengan menyerap banyak tenaga kerja, pembangunan infrastruktur, melakukan alih teknologi di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu, Menjaga kelestarian lingkungan hidup, melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi, bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi.

   DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang No. 1 Tahun 1967
Undang-undang No. 25 Tahun 2007
Majid, M. Khairin. 2013. Analisis pengaruh utang luar negeri (ULN) dan penanaman modal asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia Tahun 1986-2011. Malang : Universitas Brawijaya.
Aulia Zul Thirafi, Muhammad. 2012. Pengaruh pertumbuhan ekonomi, ketersediaan tenaga kerja, infrastruktur dan kepadatan penduduk terhadap penanaman moda asing di kabupaten Kendal. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Zaenuddin, Muhammad. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi investasi PMS di Batam, Volume 2 nomor 2 hal. 156-166. Batam : Politeknik Batam.
Setyowati, Eni dkk. 2008. Kualitas investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi, vol. 9 no.1, hal. 69-88. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nusantara, Agung dkk. 2001. Analisis peranan modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Semarang : STIE Stikubang Semarang.